Selasa, 08 Februari 2011

Sepak Bola

Peraturan sepak bola

Peraturan resmi permainan sepak bola (Laws of the Game) adalah:
  • Peraturan 1: Lapangan sepak bola
  • Peraturan 2: Bola
  • Peraturan 3: Jumlah Pemain
  • Peraturan 4: Peralatan Pemain
  • Peraturan 5: Wasit yang mengatur pertandingan
  • Peraturan 6: Asisten wasit
  • Peraturan 7: Lama Permainan
  • Peraturan 8: Bola Keluar dan di Dalam Lapangan
  • Peraturan 9: Cara Mendapatkan Angka
  • Peraturan 10: Offside
  • Peraturan 11: Pelanggaran
  • Peraturan 12: Tendangan bebas
  • Peraturan 13: Tendangan
  • Peraturan 14: Lemparan dalam
  • Peraturan 15: Tendangan gawang
Selain peraturan-peraturan di atas internasional , keputusan-keputusan Badan Asosiasi Sepak bola Daerah (IFAB) lainnya turut menambah peraturan dalam sepak bola.

[sunting] Tujuan permainan

Dua tim yang masing-masing terdiri dari 11 orang bertarung untuk memasukkan sebuah bola bundar ke gawang lawan ("mencetak gol"). Tim yang mencetak lebih banyak gol adalah sang pemenang (biasanya dalam jangka waktu 90 menit, tetapi ada cara lainnya untuk menentukan pemenang jika hasilnya seri). akan diadakan pertambahan waktu 2x 15 menit dan apabila dalam pertambahan waktu hasilnya masih seri akan diadakan adu penalti yang setiap timnya akan diberikan lima kali kesempatan untuk menendang bola ke arah gawang dari titik penalti yang berada di dalam daerah kiper hingga hasilnya bisa ditentukan. Peraturan terpenting dalam mencapai tujuan ini adalah para pemain (kecuali penjaga gawang) tidak boleh menyentuh bola dengan tangan mereka selama masih dalam permainan.

[sunting] Taktik Permainan

Taktik yang biasa dipakai oleh klub-klub sepak bola adalah sebagai berikut:
  1. 4-4-2 (klasik: empat pemain belakang/skipper)
  2. 4-4-2 (dengan dua gelandang sayap)
  3. 4-4-1-1 (2 pasang gelandang sayap,satu gelandang serang dan striker tunggal)
  4. 4-2-4 (2 sayap)
  5. 4-3-2-1 (3 pemain gelandang tengah,2 gelandang serang,dan striker tunggal)
  6. 4-3-1-2 (4 bek,3 gelandang bertahan,1 penyerang lubang,2 striker)
  7. 4-5-1 (4 bek,2 sayap,3 gelandang,1 striker)
  8. 4-3-3 (4 bek,3 gelandang bertahan,2 striker sayap,1 striker tengah)
  9. 4-2-3-1 (2 bek tengah,2 bek sayap, 2 winger,1 penyerang lubang,1 striker)
  10. 4-3-3 (2 bek sayap,2 bek tengah,2 sayap,1 gelandang bertahan,3 striker tengah)
  11. 4-1-4-1 (4 bek,1 gelandang bertahan,4 gelandang,1 striker)
  12. 3-4-3 (dengan winger)
  13. 3-5-2 (dengan libero/sweeper)
  14. 3-5-2 (tanpa libero/sweeper)
  15. 3-6-1
  16. 5-4-1
  17. 5-3-2 ( 3 striker,2striker sayap, 3 gelandang , 2 bek )
Taktik yang dipakai oleh sebuah tim selalu berubah tergantung dari kondisi yang terjadi selama permainan berlangsung. Pada intinya ada tiga taktik yang digunakan yaitu; Bertahan, Menyerang, dan Normal.

[sunting] Ofisial

Sebuah pertandingan diperintah oleh seorang wasit yang mempunyai "wewenang penuh untuk menjalankan pertandingan sesuai Peraturan Permainan dalam suatu pertandingan yang telah diutuskan kepadanya" (Peraturan 5), dan keputusan-keputusan pertandingan yang dikeluarkannya dianggap sudah final. Sang wasit dibantu oleh dua orang asisten wasit (dulu dipanggil hakim/penjaga garis). Dalam banyak pertandingan wasit juga dibantu seorang ofisial keempat yang dapat menggantikan seorang ofisial lainnya jika diperlukan.selain itu juga mereka membutuhkan alat-alat untuk membantu jalannya pertandingan seperti:
  1. papan pengganti pemain
  2. meja dan kursi

[sunting] Peraturan

[sunting] Lapangan permainan

Ukuran lapangan standar
  1. Ukuran: panjang 100-110 m x lebar 64-75 m
  2. Garis batas: garis selebar ... cm, yakni garis sentuh di sisi, garis gawang di ujung-ujung, dan garis melintang tengah lapangan; ... m lingkaran tengah; tak ada tembok penghalang atau papan
  3. Daerah penalti: busur berukuran 18 m dari setiap pos
  4. Garis penalti: 11 m dari titik tengah garis gawang
  5. Garis penalti kedua: ... m dari titik tengah garis gawang
  6. Zona pergantian: daerah ... m (... m pada setiap sisi garis tengah lapangan) pada sisi tribun dari pelemparan
  7. Gawang: lebar 7 m x tinggi 2,5 m
  8. Permukaan daerah pelemparan: halus, rata, dan tak abrasif

[sunting] Bola

  1. Ukuran: 68-70 cm
  2. Keliling: 100 cm
  3. Berat: 410-450 gram
  4. Lambungan: 1000 cm pada pantulan pertama
  5. Bahan: karet atau karet sintetis (buatan)

[sunting] Tim

  1. Jumlah pemain maksimal untuk memulai pertandingan: 11, salah satunya penjaga gawang
  2. Jumlah pemain maksimal keluar lapangan(tidak termasuk cedera): 4
  3. Jumlah pemain cadangan maksimal: 12
  4. Jumlah wasit: 1
  5. Jumlah hakim garis: 2-4
  6. Batas jumlah pergantian pemain: 3 kecuali pertandingan uji coba

[sunting] Perlengkapan permainan

  1. Kaos bernomor (sejak tahun 1954)
  2. Kaos kaki
  3. Pelindung tulang kering
  4. Alas kaki bersolkan karet
  5. Harus menggunakan sepatu bola

[sunting] Lama permainan

  1. Lama normal: 2x45 menit
  2. Lama istirahat: 15 menit
  3. Lama perpanjangan waktu: 2x15 menit (bila hasil masih imbang setelah 2 x 45 menit waktu normal)
  4. Ada adu penalti jika jumlah gol kedua tim seri saat perpanjangan waktu selesai.
  5. Time-out: 1 per tim per babak; tak ada dalam waktu tambahan
  6. Waktu pergantian babak: maksimal 15 menit

[sunting] Wasit sebagai pengukur waktu resmi

Wasit yang memimpin pertandingan sejumlah 1 orang dan dibantu 2 orang sebagai hakim garis. Kemudian dibantu wasit cadangan yang membantu apabila terjadi pergantian pemain dan mengumumkan tambahan waktu. Pada Piala Dunia 2006, digunakan ofisial ke-lima. Penggunaan 2 wasit sempat dicoba pada copa italia.Penggunaan 4 hakim garis kabarnya juga dicoba di piala dunia 2010,dimana 2 diantaranya berada di belakang gawang.

[sunting] Percobaan penggunaan gol emas dan gol perak

Lihat: Gol perak; Gol emas.
Pada akhir 1990-an, IFAB mencoba membuat pertandingan lebih mungkin berakhir tanpa memerlukan adu penalti, yang sering dianggap sebagai cara yang kurang tepat untuk mengakhiri pertandingan.
Contohnya adalah sistem gol perak yang mengakhiri pertandingan jika sebuah gol dicetak pada perpanjangan waktu pertama, dan gol emas yang mengakhiri pertandingan jika sebuah gol dicetak pada perpanjangan waktu kedua.
Kedua sistem ini telah dihentikan oleh IFAB.

[sunting] Kejuaraan internasional besar

Kejuaraan internasional terbesar di sepak bola ialah Piala Dunia yang diselenggarakan oleh Fédération Internationale de Football Association. Piala Dunia diadakan setiap empat tahun sekali. Lebih dari 190 timnas bertanding di turnamen kualifikasi regional untuk sebuah tempat di babak final. Turnamen babak final yang berlangsung selama empat minggu kini melibatkan 32 timnas (naik dari 24 pada tahun 1998).
Kejuaraan internasional yang besar di setiap benua adalah:

[sunting] Piala dunia mini (piala konfederasi)

Ajang tingkat klub terbesar di Eropa adalah Liga Champions lalu Europa League, sementara di Amerika Selatan adalah Copa Libertadores. Di Asia, Liga Champions Asia adalah turnamen tingkat klub terbesar.
Sepak bola sudah dimainkan di Olimpiade sejak tahun 1900. (kecuali pada Olimpiade tahun 1932 di Los Angeles). Awalnya ini hanya untuk pemain-pemain amatir saja, namun sejak Olimpiade Los Angeles 1984 pemain profesional juga mulai ikut bermain, disertai peraturan yang mencegah negara-negara daripada memainkan tim terkuat mereka. Pada saat ini, turnamen Olimpiade untuk pria merupakan turnamen U-23 yang boleh ditamnbahi 3 pemain di atas umur. Akibatnya, turnamen ini tidak mempunyai kepentingan internasional dan prestise yang sama dengan Piala Dunia, atau bahkan dengan Euro, Copa America atau Piala Afrika.
Sebaliknya, turnamen Olimpiade untuk wanita membawa prestise yang hampir sama seperti Piala Dunia Wanita FIFA; turnamen tersebut dimainkan oleh tim-tim internasional yang lengkap tanpa batasan umur.

[sunting] Sepak bola di Indonesia

Permainan sepak bola di Indonesia juga berkembang pesat. Ini ditandai dengan berdirinya Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) pada tahun 1930 di Yogyakarta yang diketuai oleh Soeratin Sosrosoegondo. Untuk menghargai jasanya, mulai tahun 1966 diadakan kejuaraan sepak bola Piala Soeratin (Soeratin Cup) yakni kejuaraan sepak bola tingkat taruna remaja. Pada saat ini permainan sepak bola digemari oleh hampir seluruh lapisan masyarakat di Indonesia.

[sunting] Lihat pula

[sunting] Organisasi

[sunting] Jenis lainnya

[sunting] Elemen permainan

[sunting] Referensi

Majalah

Kenakalan orangtua di masyarakat

Kenakalan orangtua di masyarakat

Contohnya seperti :

Menciptakan suasana yang tidak produktif (bapak-bapaknya), misalnya waktu pagi, siang dan malam suka nongkrong sambil main gaple, atau main catur, walau tidak pakai uang, ini sama saja artinya tidak menjaga kehormatan diri, apalagi kehormatan keluarganya (istri dan anak-anaknya)? Sedangkan yang ibu-ibunya suka ngumpul sambil berghibah atau memfitnah, menghambur-hamburkan uang dengan gaya hidup yang konsumtif yaitu belanja di mall atau supermarket, bergaya hidup mewah.
Menyediakan sarana kemaksiatan, ini misalnya, jadi bandar narkoba, jadi bandar judi, menyediakan tempat hiburan (diskotik).

Pendidik yang lalai, ini bisa kita lihat di sekolah atau di kampus, padahal lembaga pendidikan adalah tempat yang aman untuk menimba ilmu pengetahuan atau belajar, tapi kenyataannya banyak pendidik yang memberikan contoh yang tidak baik terhadap anak didiknya, misalnya melakukan perbuatan asusila, menganiaya anak didiknya secara fisik, menjual ilmu demi keuntungan materi atau sering melakukan dosa pendidikan.
Menjadi pemilik media massa (baik cetak maupun elektronik: koran, majalah, tabloid, radio, televisi, dan juga internet) yang ‘hobi’ menampilkan bacaan, gambar dan tontonan yang merusak akhlak (pornografi, kekerasan, dan seks bebas) yang berlindung atas nama bisnis.

Kenakalan orangtua di pemerintahan
Contohnya seperti :
Suka korupsi, mengambil kebijakan menaikkan biaya pendidikan, menaikkan harga BBM, mahalnya biaya kesehatan, suka membuat janji-janji tapi lalu melupakannya, suka melakukan pungli atau suap menyuap.
Suka melanggengkan kemaksiatan, memberi izin untuk usaha prostitusi/lokalisasi, perjudian, tempat diskotik, pabrik minuman keras, dengan dalih besar pemasukannya.
Menutup mata terhadap problem yang diakibatkan usaha prostitusi, perjudian, narkoba, peredaran minuman keras, diskotik, dll.
Menerapkan aturan kehidupan yang tidak benar dan tidak baik, yakni Kapitalisme-Sekularisme (termasuk juga Sosialisme-Komunisme).

Marilah kita uraikan satu persatu petuah atau nasihat-nasihat yang kita berikan sebagai orangtua kepada anak-anak kita padahal kita melakukan dan tidak melakukannya :



Kita melarang anak kita berbicara kasar, padahal kita sering berkata-kata kasar pada anak kita.

Kita melarang anak kita tawuran atau ringan tangan, padahal kita sering menganiaya mereka anak-anak kita secara fisik, kita suka berkelahi di depan anak-anak kita, suka adu jotos di forum terhormat gedung lembaga legislatif ketika bersidang karena merasa tidak sepaham, yang di saksikan anak-anak kita langsung lewat televisi.

Kita melarang anak kita berbohong atau jujur, padahal sudah berapa kebohongan yang kita ciptakan kepada anak-anak kita.

Kita melarang anak kita mengkonsumsi narkoba, padahal kita sendiri adalah pemakai dan bandar narkoba itu sendiri.

Kita melarang anak kita bergaul bebas atau pacaran, padahal kita sendiri juga melakukan hal yang sama bergaul bebas baik dilingkungan masyarakat, maupun lingkungan kantor yang terkenal dengan nama selingkuh.

Kita melarang anak-anak kita minum-minuman keras dan berjudi, padahal kita adalah bandar judi dan pemilik pabrik menuman keras serta peminum dan penjudi.

Kita melarang anak kita merokok, padahal dirikita sudah sering membakar uang, dengan merokok di depan mata mereka, dan kita juga menjual rokok dan pemilik pabrik rokok.

Kita marah ketika anak kita tidak sholat, atau beribadah, padahal kita suka melalaikan bahkan tidak menunaikan kewajiban sholat.

Kita menghimbau agar anak-anak kita jangan mengkonsumsi tayangan yang pornografi, padahal dirikita sering menonton tayangan, membaca, mengakses situs-situs porno tersebut, bahkan kitalah yang memiliki media cetak, penulis naskah, membeli media-media pornografi tersebut.

Kita melarang anak-anak kita untuk menonton televisi terus menerus, padahal kita pengkonsumsi paling utama siaran televisi sampai tidak tidur.

Kita sering menasehati anak-anak kita untuk tidak berghibah atau memfitnah oranglain, padahal dirikitalah yang suka berghibah dan memfitnah itu.

Kita marah ketika tahu anak-anak kita sering nongkrong dan keluar malam, padahal kita juga melakukan hal yang sama, terkadang waktu shubuh baru pulang ke rumah.

Kita menasehati anak kita agar rajin sekolah, tetapi kita juga malas bekerja, bahkan sering mangkir dari kantor.

Kita mengeluhkan mengapa anak kita malas membaca, padahal kita juga sangat jarang memiliki kebiasaan membaca.

Kita sering mengajari mereka anak-anak kita untuk tidak melawan kepada orangtuanya, padahal kita dulunya juga suka melawan orangtua kita.

Kita marah ketika tahu anak kita suka mencuri, padahal kita sering mencuri uang negara, atau sering mendapatkan rejeki yang tidak halal.


Dan banyak lagi kenakalan-kenakalan yang kita lakukan sebagai orangtua, yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga kita tidak termasuk dan tidak pernah melakukan kenakalan seperti yang diuraikan diatas. Amin. Jadi apa yang salah dengan kenakalan anak atau remaja, tidakkah ia sangat berbanding lurus dengan kenalan kita sebagai orangtua? Wallahu’alam.

Kenakalan Remaja Atau Kenakalan Orang Tua

Kenakalan Remaja Atau Kenakalan Orang Tua


Akhir-akhir ini fenomena kenakalan remaja makin meluas. Bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Para pakar psikolog selalu mengupas masalah yang tak pernah habis-habisnya ini. Kenakalan Remaja, seperti sebuah lingkaran hitam yang tak pernah putus. Sambung menyambung dari waktu ke waktu, dari masa ke masa, dari tahun ke tahun dan bahkan dari hari ke hari semakin rumit. Masalah kenalan remaja merupakan masalah yang kompleks terjadi di berbagai kota di Indonesia. Sejalan dengan arus modernisasi dan teknologi yang semakin berkembang, maka arus hubungan antar kota-kota besar dan daerah semkain lancar, cepat dan mudah. Dunia teknologi yang semakin canggih, disamping memudahkan dalam mengetahui berbagai informasi di berbagai media, disisi lain juga membawa suatu dampak negatif yang cukup meluas diberbagai lapisan masyarakat.

Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungannya, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri.

Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya. Pertanyaannya : tugas siapa itu semua ? Orang tua-kah ? Sedangkan orang tua sudah terlalu pusing memikirkan masalah pekerjaan dan beban hidup lainnya. Saudaranya-kah ? Mereka juga punya masalah sendiri, bahkan mungkin mereka juga memiliki masalah yang sama. Pemerintah-kah ? Atau siapa ? Tidak gampang untuk menjawabnya. Tetapi, memberikan lingkungan yang baik sejak dini, disertai pemahaman akan perkembangan anak-anak kita dengan baik, akan banyak membantu mengurangi kenakalan remaja. Minimal tidak menambah jumlah kasus yang ada." (sumber Whandi.net/1 jan 1970).

Kenakalan remaja, merupakan salah si anak? atau orang tua? Karena ternyata banyak orang tua yang tidak dapat berperan sebagai orang tua yang seharusnya. Mereka hanya menyediakan materi dan sarana serta fasilitas bagi si anak tanpa memikirkan kebutuhan batinnya. Orang tua juga sering menuntut banyak hal tetapi lupa untuk memberikan contoh yang baik bagi si anak. Sebenarnya kita melupakan sesuatu ketika berbicara masalah kenakalan remaja, yaitu hukum kausalitas. Sebab, dari kenakalan seorang remaja selalu dikristalkan menuju faktor eksternal lingkungan yang jarang memerhatikan faktor terdekat dari lingkungan remaja tersebut dalam hal ini orangtua. Kita selalu menilai bahwa banyak kasus kenakalan remaja terjadi karena lingkungan pergaulan yang kurang baik, seperti pengaruh teman yang tidak benar, pengaruh media massa, sampai pada lemahnya iman seseorang.

Ketika kita berbicara mengenai iman, kita mempersoalkan nilai dan biasanya melupakan sesuatu, yaitu pengaruh orangtua. Didikan orangtua yang salah bisa saja menjadi faktor sosiopsikologis utama dari timbulnya kenakalan pada diri seorang remaja. Apalagi jika kasus negatif menyerang orangtua si remaja, seperti perselingkuhan, perceraian, dan pembagian harta gono-gini. Mungkin kita perlu mengambil istilah baru, kenakalan orangtua.

Orang tua, sering lupa bahwa prilakunya berakibat pada anak-anaknya. Karena kehidupan ini tidak lepas dari contek-menyontek prilaku yang pernah ada. Bisa juga karena ada pembiaran terhadap perilaku yang mengarah pada kesalahan, sehingga yang salah menjadi kebiasaan. Para orang tua jangan berharap anaknya menjadi baik, jika orang tuanya sendiri belum menjadi baik. Sebenarnya nurani generasai ingin menghimbau “Jangan ajari kami selingkuh, jangan ajari kami ngomong jorok, tidak jujur, malas belajar, malas beribadah, terlalu mencintai harta belebihan dan lupa kepada Sang Pencipta, yaitu Allah.”

Tulisan ini mencoba mengajak merenung bagi kita para orangtua, bahwa kenakalan tak selalu identik dengan remaja, tapi justru banyak kenakalan yang dilakukan oleh para orangtua (di rumah, di masyarakat, dan di pemerintahan) yang akhirnya juga menjadi inspirasi remaja untuk berbuat nakal. Menyedihkan memang! (sumber O. Solihin)